Sunday, August 2, 2009

Barometer keislaman kita

Min husni islamil mar'i tarkuhu ma la ya'niihi, diantara tanda bagusnya kwalitas keislaman seseorang adalah; ia meninggalkan sesuatu yang tak penting (sepele) baginya. Inilah wejangan yang terlontar dari lisan suci maha guru, rosululloh saw untuk kita umatnya. Begitu pendek begitu bermakna, ringkas, lugas dan cerdas.

Diantara kita mungkin ada yang pernah mengalami berbagai pertanyaan yang amat tak penting dari orang dekatnya atau malah kita sendiri yang melakukan itu terhadapnya. Misalnya ketika ia melihat kita memakai HP baru spontan ia mencecar kita dengan pertanyaanya: tipe ape sih hpmu,kelebihannya apa aja,kenapa sih beli yang kaya gitu, harganya berapa, beli dimana, kapan, di counter yang mana, ada discounnya gak,barapa persen, harga bekasnya berapa kira-kira, kalo dijual lagi turun gak harganya? dll yang membuat kita serasa sedang menjadi tawanan polisi dan sedang di introgasi atau layaknya selebrity yang dikejar-kejar wartawan dan paparazzi. Menjengkelkan bukan, ketika kita mesti menjawab segala pertanyaan yang terkesan mencampuri urusan kita, yang sebenarnya amat tak penting dan bermanfaat untuk kita dan bagi dirinya?.

Ada juga orang yang ketika mendatangi rumah seseorang yang mengundangnya makan malam berkomentar : Wah, kursimu dari dulu belum kau ganti, cat tembokmu juga udah banyak yang mengelupas tuh, lemari itu sudah reot, hiasan dindingmupun sangat usang, kulkasmu ko masih berpuntu satu, kenapa gak kau ganti saja biar lebih indah rumahmu?. Mungkin saja niatnya bagus ketika berkata seperti itu tapi tidakkah ia sadar apa kapasitasnya ketika itu? Bukankah ia seorang tamu, dan bukan seorang desain interior? Mengapa mesti berkomentar seperti itu?. Tidakkah hal itu berlebihan dan bukan urusannya?

Sedari itulah mahaguru menasihati kita dengan hadis diatas, agar kita bisa mengukur seberapa bagus kwalitas islam kita. Lewat hadis itu mahaguru sedang menunjukkan sebuah barometer keislaman kita dan mengajarkan bagaimana menjalin hubungan dan berinteraksi dengan sesama manusia. Seakan- akan beliau bilang: Gak usah mencampuri urusan orang lain dan membuatnya jemu dengan kata-kata kita karena sesungguhnya itu tak penting bagimu.

Saya teringat sebuah kejadian yang terjadi di kampus ketika hari pengumuman hasil ujian semester ditempelkan pada papan pengumuman. Saat itu, ditengah kerumunan para maahasiswa yang sedang antri melihat data hasil ujiannya masing-masing, seorang teman memanggil temannya dan menanyainya dengan suara lantang: kamu lulus ujian gak? Apa masih kaya biasanya, kesandung di beberapa pelajaran? Kesandung lagi di 2 mapel, Jawabnya. Wah, kamu emang benar-benar donatur tetap kampus ya, gak bosen-bosen, selalu menyumbang (di sini tiap mahasiswa yang gagal di satu mapel harus membayar uang administrasi guna mengikuti ujian susulan), komentarnya sambil tertawa. Coba deh kita bayangkan, tidakkah pertanyaan itu membuat kawannya sangat malu dan sakit hati karena merasa dipermalukan di depan publik. Bukankah pertanyaan yang ia lontarkan dengan suara kerasnya sama dengan sebutir pelor yang merobek harga diri rekannya?. Kalau memang niatnya bagus, kenapa sih mesti menanyakannya di depan umum dengan suara keras pula? Bukankah ia tau bahwa kegagalan dalam ujian itu urusan pribadinya? Mengapa tak menanyakannya secara pribadi juga?.

Dari kejadian tersebut mungkin kita bisa mengaca dan mengambil pelajaran darinya. Betapa pentingnya menjaga lisan dan tindak tanduk kita agar terhindar dari hal- hal yang bukan kepentingan kita. Sungguh betapa indah nasihat rosul: min husni islamil mar'i tarkuhu la la ya'niihi. Yuk, sama-sama mengukur keislaman kita.

No comments: