Thursday, March 6, 2008

Bicara baik atau diam

Pada sebuah kesempatan Rosululloh ,Muhammad SAW. bersabda : "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berbaik bicara atau diam" (HR:Bukhori:6018-Muslim:47)

Betapa mungkin kebanyakan umat islam pernah mendengar hadist diatas dalam banyak khotbah atau ceramah agama yang disampaikan oleh para khotib atau dai diberbagai kesempatan, bahkan siswa – siswi madrasah islam dan pesantren pasti telah hafal diluar kepala karena memang hadist tadi merupakan salah satru hadis populer dan wajib dihapalkan dalam mata pelajaran Mahfudzat atau Qur'an–Hadist. Tapi bagaimanakah apresiasi kita terhadap hadist tersebut?. Sudahkah kita merenungi mutiara makna yang terkandung didalamnya tuk selanjutnya kita terapkan dalam pergaualan kita sehari – hari?.Inilah beberapa pertanyaan yang patut kita pikirkan bersama demi kesempurnaan iman kita semua.

Pada dasarnya hadist tersebut tak menuntut kita tuk bicara atau diam seribu bahasa karena siapapun pasti tahu bahwa diantara sekian banyak hikmah dari penciptaan mulut dan lidah yang paling penting adalah untuk berbicara, mengungkapkan isi hati, menyeru pada kebaikan dan mencegah keburukan, mengajak manusia ke jalan Allah SWT.dan sebagainya. Jika begitu lalu apa yang dimaksud dengan :"Hendaklah ia berbaik bicara atau diam".

Makna hadist

Seorang Imam besar dalam bidang ilmu hadist, Ibnu Daqiqul'ied menjelaskan makna hadis ini sebagai berikut: Barang siapa beriman dengan keimanan sempurna—yang bisa menyelamatkannya dari ancaman siksa Allah dan sekaligus menghantarkannya memperoleh ridhaNya-- maka hendaklah ia berbaik bicara atau diam karena orang yang beriman kepada Allah dengan iman yang sebenarnya pasti takut akan ancaman siksaNya dan selalu berharap bisa meraih pahala serta terus berusaha mengerjakan segala perintah lagi menjauhi setiap laranganNya. Sedangkan faktor terpenting yang sangat mendukung tercapainya hal tersebut adalah selalu waspada dan berhati – hati dalam menggunakan seluruh anggota tubuh terlebih khusus lisan karena Allah SWT.telah berfirman : "Sesungguhnya pendengaran,penglihatan dan hati, semuanya itu akan dinminta pertanggungan jawabnya".(QS:Al-Israa:36). Dan Diapun berfirman: "Tiada satu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir".(QS:Qaaf:18). Baginda Nabipun bersabda: "Segala perkataan Bani Adan akan dimintai pertanggungaan jawab kecuali dzikir kepada Allah.dan amar makruf nahi mungkar".(HR:Tirmidzi).Selain itu ada pepatah yang mengatakan: luka hati yang diakibatkan oleh lisan lebih bahaya daripada luka yang akibat senjata tajam.

Kapan kita bicara atau diam

Siapapun yang memahami ayat dan hadist serta pepatah diatas sudah sepatutnya selalu mawas diri dan berhati – hati dalan menggunakan lisannya karena begitu beratnya pertanggungan jawab yang harus ia hadapi dihari kiamat kelak.Tapi bukan berarti itu semua melarang kita tuk berbicara dan hanya diam seribu bahasa melainkan kita dituntut untuk selalu berbicara dengan pembicaraan yang baik dan sopan lagi bermanfaat.

Lalu kapankah kita dianjurkan tuk barbaik bicara?. Dan kapankah kita dituntut tuk diam saja?. Imam As Syafi'i, seorang pakar hadis dan fikih terkemuka menjawab hal ini ketika menerangkan makna hadist diatas sebagai berikut: Ketika seorang muslim ingin berbicara hendaklah ia berfikir terlebih dahulu , jika ia merasa yakin bahwa apa yang akan ia ucapkan mengandung faedah dan dapat memberi manfaat bagi dirinya maupun rekan bicaranya maka ia dipersilakan tuk berbicara. Tetapi jika ia merasa apa yang kan ia katakan bisa mendatangkan malapetaka atau keburukan atas dirinya maupun kawan bicaranya maka disaat itulah ia harus berdiam, begitu juga jikalau ia ragu akan manfaat atau madharat yang mungkin timbul akibat perkataannya.

Demikuanlah, semoga kita termasuk dalam golongannya orang – oarng yang selalu mengamalkan apa yang telah kita ketahui dan pahami dari ajaran agama kita, amin..
Wallahu a'lam.




Yemen, 21 Shafar 1429 H.
29 Februari 2008 M.

No comments: